Ekosistem Terumbu Karang di Indonesia
Mei 4, 2010
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan
terbesar dengan jumlah pulaunya yang menjapai 17.508 pulau dengan luas
lautnya sekitar 3,1 juta km2 Wilayah lautan yang luas
tersebut menjadikan Indonesia mempunyai kekayaan dan keanekaragaman
hayati terbesar di dunia, salah satunya adalah ekosistem terumbu karang.
Terumbu karang merupakan ekosistem khas daerah tropis dengan pusat
penyebaran di wilayah Indo-Pasifik. Diperkirakan luas terumbu karang
yang terdapat di perairan Indonesia adalah lebih dari 60.000 km2, yang
tersebar luas dari perairan Kawasan Barat Indonesia sampai Kawasan Timur
Indonesia (Walters, 1994 dalam Suharsono, 1998).
Potensi sumberdaya alam kelautan ini
tersebar di seluruh Indonesia dengan beragam nilai dan fungsi, antara
lain nilai rekreasi (wisata bahari), nilai produksi (sumber bahan pangan
dan ornamental) dan nilai konservasi (sebagai pendukung proses ekologis
dan penyangga kehidupan di daerah pesisir, sumber sedimen pantai dan
melindungi pantai dari ancaman abrasi) (Fossa dan Nilsen, 1996).
Ditinjau dari aspek ekonomi, ekosistem terumbu karang menjadi tumpuan
hidup bagi masyarakat pesisir di sekitarnya (Suharsono, 1998).
Ekosistem terumbu karang merupakan bagian
dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber kehidupan bagi
beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu karang ini pada
umumnya hidup lebih dari 300 jenis karang, yang terdiri dari sekitar 200
jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga,
lamun dan biota lainnya (Dahuri, 2000). Terumbu karang bisa dikatakan
sebagai hutan tropis ekosistem laut. Ekosistem ini terdapat di laut
dangkal yang hangat dan bersih dan merupakan ekosistem yang sangat
penting dan memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi.
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah
untuk mengetahui lebih terperinci tentang morfologi, fisiologi, habitat,
dan manfaat dari terumbu karang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Terumbu Karang
Binatang karang adalah pembentuk utama
ekosistem terumbu karang. Binatang karang yang berukuran sangat kecil,
disebut polip, yang dalam jumlah ribuan membentuk koloni yang dikenal
sebagai karang (karang batu atau karang lunak). Dalam peristilahan
‘terumbu karang’, “karang” yang dimaksud adalah koral, sekelompok
hewan dari ordo Scleractinia yang menghasilkan kapur sebagai
pembentuk utama terumbu, sedangkan Terumbu adalah batuan sedimen kapur
di laut, yang juga meliputi karang hidup dan karang mati yang menempel
pada batuan kapur tersebut. Sedimentasi kapur di terumbu dapat berasal
dari karang maupun dari alga. Secara fisik terumbu karang adalah terumbu
yang terbentuk dari kapur yang dihasilkan oleh karang. Di Indonesia
semua terumbu berasal dari kapur yang sebagian besar dihasilkan koral.
Di dalam terumbu karang, koral adalah insinyur ekosistemnya. Sebagai
hewan yang menghasilkan kapur untuk kerangka tubuhnya,karang merupakan
komponen yang terpenting dari ekosistem tersebut. Jadi Terumbu karang
(coral reefs) merupakan ekosistem laut tropis yang terdapat di perairan
dangkal yang jernih, hangat (lebih dari 22oC), memiliki kadar CaCO3
(Kalsium Karbonat) tinggi, dan komunitasnya didominasi berbagai jenis
hewan karang keras. (Guilcher, 1988).
Ada dua jenis terumbu karang yaitu :
- Terumbu karang keras (seperti brain coral dan elkhorn coral) merupakan karang batu kapur yang keras yang membentuk terumbu karang. Karang batu ini menjadi pembentuk utama ekosistem terumbu karang. Walaupun terlihat sangat kuat dan kokoh, karang sebenarnya sangat rapuh, mudah hancur dan sangat rentan terhadap perubahan lingkungan.
- Terumbu karang lunak (seperti sea fingers dan sea whips) tidak membentuk karang. Terdapat beberapa tipe terumbu karang yaitu terumbu karang yang tumbuh di sepanjang pantai di continental shelf yang biasa disebut sebagai fringing reef, terumbu karang yang tumbuh sejajar pantai tapi agak lebih jauh ke luar (biasanya dipisahkan oleh sebuah laguna) yang biasa disebut sebagai barrier reef dan terumbu karang yang menyerupai cincin di sekitar pulau vulkanik yang disebut coral atoll.
Terumbu karang umunya dikelompokkan ke dalam empat bentuk, yaitu :
1. Terumbu karang tepi (fringing reefs)
Terumbu karang tepi atau karang penerus
berkembang di mayoritas pesisir pantai dari pulau-pulau besar.
Perkembangannya bisa mencapai kedalaman 40 meter dengan pertumbuhan ke
atas dan ke arah luar menuju laut lepas. Dalam proses perkembangannya,
terumbu ini berbentuk melingkar yang ditandai dengan adanya bentukan ban
atau bagian endapan karang mati yang mengelilingi pulau. Pada pantai
yang curam, pertumbuhan terumbu jelas mengarah secara vertikal. Contoh:
Bunaken (Sulawesi), Pulau Panaitan (Banten), Nusa Dua (Bali).
Terumbu karang ini terletak pada jarak
yang relatif jauh dari pulau, sekitar 0.52 km ke arah laut lepas dengan
dibatasi oleh perairan berkedalaman hingga 75 meter. Terkadang membentuk
lagoon (kolom air) atau celah perairan yang lebarnya mencapai puluhan
kilometer. Umumnya karang penghalang tumbuh di sekitar pulau sangat
besar atau benua dan membentuk gugusan pulau karang yang terputus-putus.
Contoh: Batuan Tengah (Bintan, Kepulauan Riau), Spermonde (Sulawesi
Selatan), Kepulauan Banggai (Sulawesi Tengah).
3. Terumbu karang cincin (atolls)
Terumbu karang yang berbentuk cincin yang
mengelilingi batas dari pulaupulau vulkanik yang tenggelam sehingga
tidak terdapat perbatasan dengan daratan.
4. Terumbu karang datar/Gosong terumbu (patch reefs)
Gosong terumbu (patch reefs), terkadang disebut juga sebagai pulau datar (flat island).
Terumbu ini tumbuh dari bawah ke atas sampai ke permukaan dan, dalam
kurun waktu geologis, membantu pembentukan pulau datar. Umumnya pulau
ini akan berkembang secara horizontal atau vertikal dengan kedalaman
relatif dangkal. Contoh: Kepulauan Seribu (DKI Jakarta), Kepulauan Ujung
Batu.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Beberapa Spesies Terumbu Karang di Indonesia dan Klasifikasinya
1. Acropora cervicornis
Kingdom : Animalia
Phylum : Cnidaria
Class : Anthozoa
Ordo : Scleractinia
Family : Acroporidae
Genus : Acropora
Spesies : Acropora cervicornis
Acropora cervicornis
Kedalaman : Karang ini banyak dijumpai hidup pada kedalaman 3-15 meter.
Ciri-ciri : Koloni dapat terhampar sampai beberapa meter, Koloni arborescens, tersusun dari cabang-cabang yang silindris. Koralit berbentuk pipa. Aksial koralit dapat dibedakan.
Warna : Coklat muda.
Kemiripan : A. prolifera, A. formosa.
Distribusi : Perairan Indonesia, Jamaika, dan Kep. Cayman..
Habitat : Lereng karang bagian tengah dan atas, juga perairan lagun yang jernih.
Ciri-ciri : Koloni dapat terhampar sampai beberapa meter, Koloni arborescens, tersusun dari cabang-cabang yang silindris. Koralit berbentuk pipa. Aksial koralit dapat dibedakan.
Warna : Coklat muda.
Kemiripan : A. prolifera, A. formosa.
Distribusi : Perairan Indonesia, Jamaika, dan Kep. Cayman..
Habitat : Lereng karang bagian tengah dan atas, juga perairan lagun yang jernih.
2. Acropora acuminata
Kingdom : AnimaliaPhylum : Cnidaria
Class : Anthozoa
Ordo : Scleractinia
Family : Acroporidae
Genus : Acropora
Spesies : Acropora acuminata
Acropora acuminata
Kedalaman : Karang ini banyak dijumpai hidup pada kedalaman 3-15 meter.Ciri-ciri : Koloni bercabang. Ujung cabangnya lancip. Koralit mempunyai 2 ukuran.
Warna : Biru muda atau coklat.
Kemiripan : A. hoeksemai, A abrotanoides.
Distribusi : Perairan Indonesia, Solomon, Australia, Papua New Guinea dan Philipina.
Habitat : Pada bagian atas atau bawah lereng karang yang jernih atau pun keruh.
3. Acropora micropthalma
Kingdom : Animalia
Phylum : Cnidaria
Class : Anthozoa
Ordo : Scleractinia
Family : Acroporidae
Genus : Acropora
Spesies : Acropora micropthalma
Acropora micropthalma
Kedalaman : Karang ini banyak dijumpai hidup pada kedalaman 3-15 meter.Ciri-ciri : Koloni bisa mencapai 2 meter luasnya dan hanya terdiri dari satu spesies. Radial koralit kecil, berjumlah banyak dan ukurannya sama.
Warna : Abu-abu muda, kadang coklat muda atau krem.
Kemiripan : A. copiosa, A. Parilis, A. Horrida, A. Vaughani, dan A. exquisita.
Distribusi : Perairan Indonesia, Solomon, Australia, Papua New Guinea.
Habitat : Reef slope bagian atas, perairan keruh dan lagun berpasir.
4. Acropora millepora
Kingdom : Animalia
Phylum : Cnidaria
Class : Anthozoa
Ordo : Scleractinia
Family : Acroporidae
Genus : Acropora
Spesies : Acropora millepora
Acropora millepora
Kedalaman : Karang ini banyak dijumpai hidup pada kedalaman 3-15 meter.Ciri-ciri : Koloni berupa korimbosa berbentuk bantalan dengan cabang pendek yang seragam. Aksial koralit terpisah. Radial koralit tersusun rapat.
Warna : Umumnya berwarna hijau, orange, merah muda, dan biru.
Kemiripan : Sepintas karang ini mirip dengan A. convexa, A. prostrata, A. aspera dan A. pulchra.
Distribusi : Tersebar dari Perairan Indonesia, Philipina dan Australia.
Habitat : Karang ini umumnya banyak hidup di perairan yang dangkal.
5. Acropora palmate
Kingdom : Animalia
Phylum : Cnidaria
Class : Anthozoa
Ordo : Scleractinia
Family : Acroporidae
Genus : Acropora
Spesies : Acropora palmate
Acropora palmatae
Kedalaman : Karang ini banyak dijumpai hidup pada kedalaman 5-20 meter.Ciri-ciri : Koloni berbentuk cabang besar menyerupai tanduk rusa.
Warna : Umumnya berwarna coklat muda sampai coklat kekuningan.
Distribusi : Tersebar di Perairan Indonesia, Karibia, dan Bahama.
Habitat : Karang ini umumnya banyak hidup di perairan dangkal.
6. Acropora hyacinthus
Kingdom : Animalia
Phylum : Cnidaria
Class : Anthozoa
Ordo : Scleractinia
Family : Acroporidae
Genus : Acropora
Spesies : Acropora hyacinthus
Acropora hyacinthus
Kedalaman : Karang ini banyak dijumpai hidup pada kedalaman 15-35 meter.Ciri-ciri : Koloni berbentuk datar tipis dan struktur halus di permukaan.
Warna : Coklat, hijau, merah muda.
Distribusi : Perairan Indonesia, Indo-Pasifik.
Habitat : Umumnya di lereng karang.
7. Acropora echinata
Kingdom : Animalia
Phylum : Cnidaria
Class : Anthozoa
Ordo : Scleractinia
Family : Acroporidae
Genus : Acropora
Spesies : Acropora echinata
Acropora echinata
Kedalaman : Karang ini banyak dijumpai hidup pada kedalaman 3-15 meter.Ciri-ciri : Koloni berbentik tabung bercabang yang menyerupai tentakel.
Warna : Coklat, kuning, putih.
Distribusi : Indo-Pasifik barat.
Habitat : Perairan dangkal yang hangat.
8. Acropora humilis
Kingdom : Animalia
Phylum : Cnidaria
Class : Anthozoa
Ordo : Scleractinia
Family : Acroporidae
Genus : Acropora
Spesies : Acropora humilis
Acropora humilis
Kedalaman : Karang ini banyak dijumpai hidup pada kedalaman 3-15 meter.Ciri-ciri : Koloni berbentuk jari-jari pipih bercabang.
Warna : Ungu, merah muda.
Distribusi : Perairan Indonesia, Indo-Pasifik.
Habitat : Perairan dangkal, ada juga di lereng karang.
9. Acropora cytherea
Kingdom : Animalia
Phylum : Cnidaria
Class : Anthozoa
Ordo : Scleractinia
Family : Acroporidae
Genus : Acropora
Spesies : Acropora cytherea
Acropora cytherea
Kedalaman : Karang ini banyak dijumpai hidup pada kedalaman 3-15 meter.Ciri-ciri : Koloni berbentuk meja datar dengan struktur yang padat halus.
Warna : Krem, coklat, biru.
Distribusi : Indo-Pasifik barat.
Habitat : Perairan tenang, atas dan bawah lereng karang.
10. Siderastrea sidereal
Kingdom : Animalia
Phylum : Cnidaria
Class : Anthozoa
Ordo : Scleractinia
Family : Siderastreidae
Genus : Siderastrea
Spesies : Siderastrea sidereal
Siderastrea sidereal
Kedalaman : Karang ini banyak dijumpai hidup pada kedalaman 7-14 meter.Ciri-ciri : Koloni berbentuk batu bulat besar.
Warna : Coklat keemasan, abu-abu.
Distribusi : Perairan Indonesia, Karibia.
Habitat : Perairan dangkal yang jernih.
3.2 Faktor- Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Perkembangan Ekosistem Terumbu Karang
-
Suhu
Secara global, sebarang terumbu karang dunia dibatasi oleh permukaan laut yang isoterm pada suhu 20 °C, dan tidak ada terumbu karang yang berkembang di bawah suhu 18 °C. Terumbu karang tumbuh dan berkembang optimal pada perairan bersuhu rata-rata tahunan 23-25 °C, dan dapat menoleransi suhu sampai dengan 36-40 °C.
-
Salinitas
Terumbu karang hanya dapat hidup di
perairan laut dengan salinitas air yang tetap di atas 30 ‰ tetapi di
bawah 35 ‰ Umumnya terumbu karang tidak berkembang di perairan laut yang
mendapat limpasan air tawar teratur dari sungai besar, karena hal itu
berarti penurunan salinitas. Contohnya di delta sungai Brantas (Jawa
Timur). Di sisi lain, terumbu karang dapat berkembang di wilayah
bersalinitas tinggi seperti Teluk Persia yang salinitasnya 42 %.
-
Cahaya dan Kedalaman
Kedua faktor tersebut berperan penting
untuk kelangsungan proses fotosintesis oleh zooxantellae yang terdapat
di jaringan karang. Terumbu yang dibangun karang hermatipik dapat hidup
di perairan dengan kedalaman maksimal 50-70 meter, dan umumnya
berkembang di kedalaman 25 meter atau kurang. Titik kompensasi untuk
karang hermatipik berkembang menjadi terumbu adalah pada kedalaman
dengan intensitas cahaya 15-20% dari intensitas di permukaan.
-
Kecerahan
Faktor ini berhubungan dengan penetrasi
cahaya. Kecerahan perairan tinggi berarti penetrasi cahaya yang tinggi
dan ideal untuk memicu produktivitas perairan yang tinggi pula.
-
Gelombang
Gelombang merupakan faktor pembatas
karena gelombang yang terlalu besar dapat merusak struktur terumbu
karang, contohnya gelombang tsunami. Namun demikian, umumnya terumbu
karang lebih berkembang di daerah yang memiliki gelombang besar. Aksi
gelombang juga dapat memberikan pasokan air segar, oksigen, plankton,
dan membantu menghalangi terjadinya pengendapan pada koloni atau polip
karang.
-
Arus
Faktor arus dapat berdampak baik atau
buruk. Bersifat positif apabila membawa nutrien dan bahan-bahan organik
yang diperlukan oleh karang dan zooxanthellae, sedangkan bersifat
negatif apabila menyebabkan sedimentasi di perairan terumbu karang dan
menutupi permukaan karang sehingga berakibat pada kematian karang.
- Sedimen
Karang umumnya tidak tahan terhadap
sedimen. Karena sedimen merupakan faktor pembatas yang potensial bagi
sebaran karang di daerah dimana suhu cocok untuk hewan ini.
3.3 Penghuni Terumbu Karang
1. Tumbuh- tumbuhan
Ganggang (alga) merupakan suatu kelompok
tumbuh-tumbuhan yang besar dan beraneka ragam yang biasanya terdapat di
dalam lingkungan akuatik. Mereka adalah produsen primer, seperti yang
telah diterangkan, mampu menangkap energi surya dan mnggunakannya untuk
menghasilkan gula dan senyawa majemuk lainnya dengan menyimpan energi.Lamun adalah salah satu vegetasi yang hidup di sekitar terumbu karang. Lamun mempunyai manfaat sebagai perangkap sedimen.
2. Avertebrata
Hewan karang dari filum Cnidaria
merupakan kelompok- kelompok utama dari dunia hewan yang sangat penting
dalam ekologi terumbu karang. Filum Cnidaria itu dibagi menjadi tiga
kelompok, yaitu hydroid, ubur- ubur dan Anthozoa.
Berbagai jenis cacing hidup di terumbu
karang. Kebanyakkan memiliki ukuran kecil dan tidak kelihatan. Cacing
berperan dalam proses erosi yang dilakukan oleh hewan secara alami, yang
disebut bioerosi, dari batuan kapur menjadi pecahan kapur sampai ke
pasir dengan mliang pada batuan tadi.
Crustacea merupakan klompok yang amat
terkenal dari filum Arthropoda yang hidup dalam terumbu karang. Mereka
terdiri dari teritip, kepiting, udang, lobster dan udang karang.
Banyak hewan Crustacea ini mempunyai
hubungan khusus dengan hwan lain di terumbu karang. Teritip menempel
pada beberapa substrat seperti penyu dan kepiting; udang pembersih
dengan beberapa ikan; atau udang kecil bwarna dengan anemone.
Molusca menyumbangkan cukup banyak kapur
kepada ekosistem terumbu yang merupakan penyumbang penting terbentuknya
pasir laut. Keanekaragaman Mollusca memainkan peranan penting di dalam
jaringan makanan terumbu karang yang rumit ini. Mereka juga menjadi
dasar bagi perdagangan besar cangkang hias dan penunjang utama perikanan
kerang dan cumi- cumi.
Echinodermata adalah penghuni perairan
dangkal dan umumnya terdapat di terumbu karang dan padang lamun. Bintang
laut yang omnivora memakan apa saja mulai dari sepon, teritip, keong
dan kerang.Teripang mendiami sebagain besar terumbu karang dan memakan
alga dan detritus dasar. Mereka mempunyai alami sedikit dan manusia
barangkali yang menjadi pemangsa yang rakus.
3. Ikan Karang
Ikan karang terbagi dalam 3 (tiga) kelompok yaitu:
(1) ikan target yaitu ikan-ikan yang
lebih dikenal oleh nelayan sebagai ikan konsumsi seperti Famili
Serranide, Lutjanidae, Haemulidae, Lethrinidae;
(2) kelompok jenis indikator yaitu ikan
yang digunakan sebagai indikator bagi kondisi kesehatan terumbu karang
di suatu perairan seperti Famili Chaetodontidae; dan
(3) kelompok ikan yang berperan dalam
rantai makanan, karena peran lainnya belum diketahui seperti Famili
Pomacentridae, Scaridae, Acanthuridae, Caesionidae, Siganidae, Muliidae,
Apogonidae (Adrim, 1993).
Banyak ikan yang mempunyai daerah hidup
di terumbu karang dan jarang dari ikan-ikan tersebut keluar daerahnya
untuk mencari makanan dan tempat perlindungan. Batas wilayah ikan
tersebut didasarkan pada pasokan makananan, keberadaan predator, daerah
tempat hidup, dan daerah pemijahan.
4. Reptilia
Reptiilia yang terdapat pada ekosistem
terumbu karang hanya dua kelompok yaitu, ular laut dan penyu. Dua
klompok ini terancam punah. Ular ditangkap untuk kulitnya, dan penyu
terutama untuk telurnya.
3.4 Manfaat Ekosistem Terumbu Karang
- Dari segi ekonomi ekosistem terumbu karang memiliki nilai estetika dan tingkat keanekaragaman biota yang tinggi yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber makanan, bahan obat – obatan ataupun sebagai objek wisata bahari.
- Ditinjau dari fungsi ekologisnya, terumbu karang yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan lingkungan dan menyumbangkan stabilitas fisik, yaitu mampu menahan hempasan gelombang yang kuat sehingga dapat melindungi pantai dari abrasi
- Adapun dari sisi social ekonomi, terumbu karang adalah sumber perikanan yang produktif sehingga dapat meningkatkan pendapatan nelayan, penduduk pesisir, dan devisa Negara yang berasal dari devisa perikanan dan pariwisata.
3.5 Faktor- faktor yang Merusak Terumbu Karang
Indonesia memang kaya
akan keanekaragaman hayati nya termasuk di laut. Karena Indonesia
termasuk negara kepulauan. Saat ini salah satu ekosistem yang memiliki
peranan penting yaitu terumbu karang, kini mulai rusak. Hal ini
disebabkan oleh :
a. Pengendapan kapur
Pengendapan kapur dapat berasal dari
penebangan pohon yang dapat mengakibatkan pengikisan tanah (erosi) yang
akan terbawa kelaut dan menutupi karang sehingga karang tidak dapat
tumbuh karena sinar matahari tertutup oleh sedimen.
b. Aliran air tawar
Aliran air tawar yang terus menerus dapat
membunuh karang, air tawar tersebut dapat berasal dari pipa pembuangan,
pipa air hujan ataupun limbah pabrik yang tidak seharusnya mengalir ke
wilayah terumbu karang.
c. Berbagai jenis limbah dan sampah
Bahan pencemar bisa berasal dari berbagai
sumber, diantaranya adalah limbah pertanian, perkotaan, pabrik,
pertambangan dan perminyakan.
d. Pemanasan suhu bumi
Pemanasan suhu bumi dikarenakan pelepasan
karbon dioksida (CO2) ke udara. Tingginya kadar CO2 diudara berpotensi
meningkatan suhu secara global. yang dapat mengakibatkan naik nya suhu
air laut sehingga karang menjadi memutih (bleaching) seiring dengan
perginya zooxanthelae dari jaringan kulit karang, jika terjadi terus
menerus maka pertumbuhan terumbu karang terhambat dan akan mati.
e. Uji coba senjata militer
Pengujian bahan peledak dan nuklir di
laut serta kebocoran dan buangan reaktor nuklir menyebabkan radiasi di
laut, bahan radio aktif tersebut dapat bertahan hingga ribuan tahun yang
berpotensi meningkatkan jumlah kerusakan dan perubahan genetis (mutasi)
biota laut.
f. Cara tangkap yang merusak
Cara tangkap yang merusak antara lain penggunaan muro-ami, racun dan bahan peledak.
d. Penambangan dan pengambilan karang
Pengambilan dan penambangan karang
umumnya digunakan sebagai bahan bangunan. Penambangan karang berpotensi
menghancurkan ribuan meter persegi terumbu dan mengubah terumbu menjadi
gurun pasir bawah air.
e. Penambatan jangkar dan berjalan pada terumbu
Nelayan dan wisatawan seringkali
menambatkan jankar perahu pada terumbu karang. Jangkar yang dijatuhkan
dan ditarik diantara karang maupun hempasan rantainya yang sangat
merusak koloni karang.
f. Serangan bintang laut berduri
Bintang laut berduri adalah sejenis
bintang laut besar pemangsa karang yang permukaanya dipenuhi duri. Ia
memakan karang dengan cara manjulurkan bagian perutnya ke arah koloni
karang, untuk kemudian mencerna dan membungkus polip-polip karang
dipermukaan koloni tersebut.
3.6 Metodologi Pengambilan Sampel Terumbu Karang
Beberapa metode yang umum digunakan oleh peneliti dalam menggambarkan kondisi terumbu karang adalah:
1. Metode Transek Garis
2. Metode Transek Kuadrat
3. Metode Manta Tow
4. Metode Transek Sabuk (Belt transect)
Berikut akan kita coba menjelaskan secara ringkas masing-masing metode tersebut:
1. Metode Transek garis
- Prinsip: menggunakan suatu garis transek yang diletakan diatas koloni karang.
- Transek garis digunakan untuk menggambarkan struktur komunitas karang dengan melihat tutupan karang hidup, karang mati, bentuk substrat (pasir, lumpur), alga dan keberadaan biota lain. Spesifikasi karang yang diharapkan dicatat adalah berupa bentuk tumbuh karang (life form) dan dibolehkan bagi peneliti yang telah memiliki keahlian untuk mencatat karang hingga tingkat genus atau spesies.
- Pemilihan lokasi survei harus memenuhi persyaratan keterwakilan komunitas karang di suatu pulau. Biasanya penentuan ini dilakukan setelah dilakukan pemantauan dengan metode Manta Tow.
- Peralatan yang dibutuhkan dalam survei ini adalah rol meter, peralatan scuba, alat tulis bawah air, tas nilon, palu dan pahat untuk mengambil sampel karang yang belum bisa diidentifikasi, dan kapal.
Garis transek dimulai dari kedalaman
dimana masih ditemukan terumbu karang batu (± 25 m) sampai di daerah
pantai mengikuti pola kedalaman garis kontur. Umumnya dilakukan pada
tiga kedalaman yaitu 3 m, 5 m dan 10 m, tergantung keberadaan karang
pada lokasi di masing-masing kedalaman. Panjang transek digunakan 30 m
atau 50 m yang penempatannya sejajar dengan garis pantai pulau.
Pengukuran dilakukan dengan tingkat
ketelitian mendekati centimeter. Dalam penelitian ini satu koloni
dianggap satu individu. Jika satu koloni dari jenis yang sama dipisahkan
oleh satu atau beberapa bagian yang mati maka tiap bagian yang hidup
dianggap sebagai satu individu tersendiri. Jika dua koloni atau lebih
tumbuh di atas koloni yang lain, maka masing-masing koloni tetap
dihitung sebagai koloni yang terpisah. Panjang tumpang tindih koloni
dicatat yang nantinya akan digunakan untuk menganalisa kelimpahan jenis.
Kondisi dasar dan kehadiran karang lunak, karang mati lepas atau masif
dan biota lain yang ditemukan di lokasi juga dicatat.
Cara pemasangan Transek garis (LIT)
Kelebihan | Kekurangan |
Akurasi data dapat diperoleh dengan baik | Membutuhkan tenaga peneliti yang banyak |
Data yang diperoleh lebih banyak dan lebih baik seperti struktur komunitas seperti persentase tutupan karang hidup/karang mati, kekayaan jenis, dominasi, frekuensi kehadiran, ukuran koloni dan keanekaragaman jenis dapat disajikan secara lebih menyeluruh | Dituntut keahlian peneliti dalam identifikasi karang, minimal life form dan sebaliknya genus atau spesies |
Struktur komunitas biota yang berasosiasi dengan terumbu karang juga dapat disajikan dengan baik | Survei membutuhkan waktu yang lama |
Peneliti dituntut sebagai penyelam yang baik | |
Biaya yang dibutuhkan juga relatif lebih besar |
Metoda transek kuadrat digunakan untuk
memantau komunitas makrobentos di suatu perairan. Pada survei karang,
pengamatan biasanya meliputi kondisi biologi, pertumbuhan, tingkat
kematian dan rekruitmen karang di suatu lokasi yang ditandai secara
permanen. Survei biasanya dimonitoring secara rutin. Pengamatan didukung
dengan pengambilan underwater photo sesuai dengan ukuran kuadrat yang
ditetapkan sebelumnya. Pengamatan laju sedimentasi juga sangat
diperlukan untuk mendukung data tentang laju pertumbuhan dan tingkat
kematian karang yang diamati.
- Peralatan yang dibutuhkan adalah kapal kecil, peralatan scuba, tanda kuadrat 1 m x 1 m dan sudah dibagi setiap 10 cm, kaliper, GPS dan underwater camera.
- Data yang diperoleh dengan metoda ini adalah persentase tutupan relatif, jumlah koloni, frekuensi relatif dan keanekaragaman jenis.
Kelebihan | Kekurangan |
|
|
Metode Manta Tow adalah suatu teknik
pengamatan terumbu karang dengan cara pengamat di belakang perahu kecil
bermesin dengan menggunakan tali sebagai penghubung antara perahu dengan
pengamat (Gambar 1). Dengan kecepatan perahu yang tetap dan melintas di
atas terumbu karang dengan lama tarikan 2 menit, pengamat akan melihat
beberapa obyek yang terlintas serta nilai persentase penutupan karang
hidup (karang keras dan karang lunak) dan karang mati.
Teknik Manta Taw
- Peralatan yang Digunakan
Untuk melakukan pengamatan terumbu karang dengan menggunakan metode Manta Tow ini diperlukan peralatan sebagai berikut :
Kaca mata selam (masker), Alat bantu
pernapasan di permukaan air (snorkel), Alat bantu renang di kaki (fins),
Perahu bermotor (minimal 5 PK), Papan manta (manta board) yang
berukuran panjang 60 cm, lebar 40cm, dan tebal 2 cm, Tali yang
panjangnya 20 meter dan berdiameter 1 cm, Pelampung kecil, Papan
plastik putih yang permukaannya telah dikasarkan dengan kertas pasir,
Pensil, Penghapus, Stop watch/jam, Global Positioning System (GPS)
- Prosedur Umum Manta Tow
Pengamat ditarik di antara rataan terumbu
karang dan tubir (reef edge), dengan kecepatan yang tetap yaitu antara 3
‐ 5 km/jam atau seperti orang yang berjalan lambat. Bila ada faktor
lain yang menghambat seperti arus perairan yang kencang maka kecepatan
perahu dapat ditambah sesuai dengan tanda dari si pengamat yang berada
di belakang perahu. Pengamatan terumbu karang dilakukan selama 2 menit,
kemudian berhenti beberapa saat untuk memberikan waktu bagi pengamat
mencatat data beberapa kategori yang terlihat selama 2 menit pengamatan
tersebut ke dalam tabel data yang tersedia di papan manta. Setelah
mendapat tanda dari pengamat maka pengamatan dilanjutkan lagi selama 2
menit, begitu seterusnya sampai selesai pada batas lokasi terumbu karang
yang diamati.
Kelebihan | Kekurangan |
Mudah dipraktikan | Survey secara tidak sengaja dapat dilakukan pada lokasi diluar terumbu karang |
Biaya yang dibutuhkan tidak terlalu mahal | Kemungkinan ada objek yang terlewatkan |
Transek sabuk digunakan untuk
mengambarkan kondisi populasi suatu jenis karang yang mempunyai ukuran
relatif beragam atau mempunyai ukuran maksimum tertentu misalnya karang
dari genus Fungia. Metoda ini bisa juga untuk mengetahui keberadaan
karang hias (jumlah koloni, diameter terbesar, jumlah jenis) di suatu
daerah terumbu karang.
Panjang transek yang digunakan ada 10 m
dan lebar satu m, pengamatan keberadaan karang hias yang pernah
dilakukan oleh lembaga ICRWG (Indonesia Coral Reef Working Group)
menggunakan panjang transek 30 m dan lebar dua meter (satu m sisi kiri
dan kanan meteran transek). Pencatatan dilakukan pada semua individu
yang menjadi tujuan penelitian, yang berada pada luasan transek.
Kelebihan | Kekurangan |
Pencatatan data jumlah individu lebih teliti | Waktu yang dibutuhkan cukup lama |
Data yang diperoleh mempunyai akurasi yang cukup tinggi dan dapat menggambarkan struktur populasi karang | Membutuhkan keahlian untuk mengidentifikasi karang secara langsung dan dibutuhkan penyelaman yang baik |
BAB V
KESIMPULAN
- Terumbu karang adalah sekumpulan hewan karang yang bersimbiosis dengan sejenis tumbuhan alga yang disebut zooxanhellae
- Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan ekosistem Terumbu Karang yaitu suhu, salinitas, cahaya, kedalaman, kecerahan, gelombang dan arus.
- Ekosistem terumbu karang merupakan ekosistem yang penting, karena tempat tinggal biota laut.
- Perubahan iklim merupakan faktor paling dominan dalam perusakkan terumbu karang. Oleh karena itu, kita sebagai manusia harus lebih mencintai lingkungan.
- Indonesia dikenal sebagai pusat distribusi terumbu karang untuk seluruh Indo-Pasifik. Indonesia memiliki areal terumbu karang seluas 60.000 km2 lebih. Sejauh ini telah tercatat kurang lebih 354 jenis karang yang termasuk kedalam 75 marga.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. Faktor-Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Perkembangan Terumbu Karang (Coral Reef).http://www.ubb.ac.id
Dahuri, Rokhim, 1999, Kebijakan dan
Strategi Pengelolaan Terumbu Karang, Lokakarya Pengelolaan dan IPTEK
Terumbu Karang Indonesia, Jakarta.
Guilcher Andre. 1988. Coral reef Geomorphology. John Willey & Sons.Chhichester
Suharsono, 1994. Metode penelitian
terumbu karang. Pelatihan metode penelitian dan kondisi terumbu karang.
Materi Pelatihan Metodologi Penelitian Penentuan Kondisi Terumbu Karang:
115 hlm.
Suharsono, 1996. Jenis-jenis karang yang
umum dijumpai di perairan Indonesia. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Pusat Penelitian dan Pengembagan Oseanologi. Proyek penelitian dan
Pengembangan daerah Pantai: 116 hlm.
Welly, Marthen. 2008. http://netsains.com/2009/07/indonesiapusatterumbukarangdunia.htmlartikel dari : http://dhamadharma.wordpress.com/2010/05/04/ekosistem-terumbu-karang-di-indonesia/
0 komentar:
Posting Komentar